
Bakal Dilarang Beredar, Benarkah Minyak Goreng Curah Bahaya bagi Kesehatan?
Pemerintah akan melarang peredaran minyak goreng curah per 1 Januari 2022. Kebijakan ini diterapkan untuk menjaga harga minyak goreng tetap terkendali. Di samping alasan tersebut, minyak curah yang diproduksi ulang dari minyak goreng bekas pakai tersebut diklaim berbahaya bagi kesehatan.
Harga minyak goreng dalam kemasan dinilai lebih mahal. Akibatnya, banyak masyarakat memilih menggunakan minyak goreng curah. Minyak curah merupakan produk turunan minyak kelapa sawit yang tidak murni. Ini lantaran minyak curah merupakan minyak sawit yang sudah melalui tahap pemurnian, pemutihan, dan penghilangan bau. Biasanya minyak curah dikemas di dalam kantung plastik.
Sejumlah sumber menyebutkan, minyak curah diproduksi dari minyak goreng bekas pakai atau minyak jelantah. S Ketaren dalam bukunya berjudul Teknologi Minyak dan Lemak Pangan menyebutkan, minyak goreng yang digunakan secara berulang apalagi dengan pemanasan tinggi sangat tidak sehat karena asam lemaknya lepas dari trigliserida.
Apabila asam lemak bebas (free fatty acid atau FFA) mengandung ikatan rangkap, minyak akan teroksidasi menjadi aldehid maupun keton yang menyebabkan bau tengik. Parameter kualitas paling utama minyak goreng adalah kadar FFA dan bilangan peroksida.
Menurut badan standarisasi SNI 01-3741-2013, sebagaimana dikutip dari jurnal Bajoka Nainggolan dan kawan-kawan yang dimuat di Jurnal Pendidikan Kimia, standar mutu minyak goreng di Indonesia maksimal bilangan peroksida 10 mek O2/kilogram dan bilangan asam 0,6 mg KOH/gram.
“Minyak goreng curah banyak mengandung asam lemak, (asam lemak jenuh: miristat 1-5 persen, palmitat 5-15 persen, stearat 5-10 persen; asam lemak tak jenuh: oleat 70-80 persen, linoleat 3-11 persen, palmitoleat 0,8-1,4 persen),” tulis laporan Bajoka dan kawan-kawan.
Menurut Kateran, bahaya menggunakan minyak goreng curah adalah kerusakan akibat pemanasan pada suhu tinggi antara 200-250 derajat Celsius. Hal tersebut mengakibatkan keracunan dalam tubuh dan berbagai macam penyakit, misalnya diare, pengendapan lemak dalam pembuluh darah, kanker, dan menurunkan nilai cerna lemak.
Hasil penelitian yang dilakukan di Maryland dan instansi-instansi lain oleh Ghidurus pada 2010 menunjukkan bahwa komsumsi asam lemak trans dari minyak atau lemak nabati yang di-hidrogenesasi sebagian guna memadatkan minyak atau lemak mempunyai pengaruh buruk terhadap kesehatan. seperti penyakit jantung, kanker, diabetes mellitus, liver, hipertensi, dan kolesterol.
Rini Mastuti dalam jurnalnya berjudul Suhu dan Lama Menggoreng terhadap Kualitas Fisik dan Kimia Daging Kambing Restrukturisasi, yang dimuat di Jurnal Ilmu Dan Teknologi Hasil Ternak, melaporkan minyak goreng yang digunakan berulang tidak hanya merusak mutu minyak goreng, tetapi juga menurunkan mutu bahan pangan yang digoreng. Selain itu membuat minyak teroksidasi membentuk gugus peroksida dan monomer siklik. Minyak yang telah mengalami hal tersebut dikatakan telah rusak dan berbahaya bagi tubuh.
HENDRIK KHOIRUL MUHID

