Gaya

Cara Mengawasi dan Melindungi Anak dari Predator Seksual

Perkembangan teknologi yang begitu cepat dan canggih bukan hanya membawa dampak positif, tetapi juga membawa dampak negatif. Salah satunya adalah pornografi dan ancaman predator seksual anak. Karena itu, perlu adanya perlindungan dan penanganan terhadap kekerasan seksual anak.

Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia dalam siaran persnya nomor B- 018/Set/Rokum/MP 21/03/2017 tentang Anak-Anak Menjadi Korban Predator Anak, Indonesia Darurat Pornografi Anak menulis bahwa upaya penanganan yang dalam menghadapi predator seksual dapat dilakukan dalam bentuk koersif maupun represif.

Upaya koersif dapat dilakukan oleh orang tua untuk mencegah terjadinya pelecehan seksual. Hal ini dapat dilakukan orang tua dengan memahami jenis-jenis konten yang tersedia di internet agar dapat memfilter informasi yang layak konsumsi bagi anak.

Orang tua dapat menggunakan aplikasi untuk memantau aktivitas yang dilakukan anak di media sosial. Selain itu, orang tua juga dapat mengajarkan anak bagaimana sebaiknya ketika menggunakan internet dan media sosial sekaligus membangun komunikasi yang baik dengan anak.

Orang tua dan setiap orang yang berhubungan dengan anak seperti pengasuh dan guru juga harus memahami hak-hak anak dan bahaya pornografi serta modus-modus kekerasan seksual yang sering terjadi pada anak-anak.

Sedangkan upaya represif dilakukan dengan penegakan hukum bagi pelaku predator seksual anak, baik yang terjadi di dunia maya maupun di dunia nyata. Upaya represif dilakukan untuk memberikan efek jera pada para pelaku predator seksual anak sehingga tidak mengulangi tindakannya.

Hukuman bagi para pelaku sesuai dengan UU No. 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Revisi Kedua UU Perlindungan Anak yang menyebutkan bahwa pelaku kekerasan seksual terhadap anak dipidana penjara 5 sampai dengan 15 tahun.

Apabila menimbulkan korban lebih dari satu orang, mengakibatkan luka berat, gangguan jiwa, penyakit menular, terganggu atau hilangnya fungsi reproduksi dan atau korban meninggal, maka pelaku dipidana mati, seumur hidup, penjara 10-20 tahun, dan dapat dikenakan pidana tambahan berupa pengumuman identitas, kebiri dan pemasangan pendeteksi elektronik.

Identifikasi, penanganan, dan perlindungan terhadap korban, apalagi korban anak-anak, perlu dan wajib dilakukan. Negara juga sudah mengamanatkan hal ini dalam UUD 1945 bahwa negara menjamin hak anak atas kelangsungan hidup. tumbuh dan berkembang, serta perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.

NAUFAL RIDHWAN ALY

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *